Puisi-puisi Populer Sapardi Djoko Damono yang Abadi

- 20 Maret 2023, 13:48 WIB
5 puisi cinta dari Sapardi Djoko Damono yang abadi.
5 puisi cinta dari Sapardi Djoko Damono yang abadi. /Tangkapan layar Google /

PM.com — HARI ini 83 tahun lalu, 20 Maret 1940, Sapardi Djoko Damono lahir. Hari ini, 20 Maret, Google menampilkan ilustrasi spesial sosok Sapardi pada desain Google Doodle-nya untuk memperingati hari lahir sang pujangga ternama Indonesia asal Surakarta itu.

Sudah dua tahun Sapardi Djoko Damono berpulang. Penyair tersohor itu menghembuskan nafas terakhirnya di usia 80 tahun pada Ahad pagi, 19 Juli 2020, pukul 09.17 WIB. Hingga menjelang akhir hayatnya, sang pemilik puisi romantis Hujan Bulan Juni itu terus menulis buku: fiksi dan dan nonfiksi.

Selain punya nama besar sebagai sastrawan ternama Indonesia, Prof. Sapardi Djoko Damono juga seorang pengajar sastra di berbagai kampus. Sebelum menjadi dosen di Universitas Indonesia (UI), penyair jebolan Fakultas Sastra—kini bernama Fakultas Ilmu Budaya—Universita Gadja Mada (UGM) ini pernah pernah menjadi dosen di IKIP Malang Cabang Madiun pada periode 1964–1968.

Lima tahun kemudian, pada 1974, pria kelahiran Surakarta itu mengajar di Fakultas Sastra—kini berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia. Pada 1995, Sapardi pun dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Susastra di kampus itu.

Pada periode 1995-1999, Sapardi ditunjuk menjadi Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dan pensiun dari FIB UI pada tahun 2005. Banyak sarjana, dari strata satu, magister, sampai doktor, lulus berkat bimbingan Sang Penyair di masanya.

Baca Juga: 8 Cara Menulis Puisi yang Baik bagi Pemula dari Helvy Tiana Rosa

Sajak-sajak Sapardi demikian populer. Pengalaman dan ketajaman imajinasi seorang redaktur majalah sastra Horison itu berperan intim menghidupi setiap 'anak rohani'-nya, dan menjadikan sajak-sajak itu abadi, juga namanya. Buah imaji itupun menempati capaian estetis tersendiri di jagat puisi Indonesia.

Berbagai larik sajak Sapardi, terlebih yang bernada romansa, menyentuh emosi berbagai kalangan. Sebut saja Melipat Jarak (2015), Aku Ingin (1989), Pada Suatu Hari Nanti (1991), Hujan Bulan Juni (1989), sampai Yang Fana Adalah Waktu (1978).

5 Puisi Cinta Sapardi Djoko Damono yang Abadi

Berikut lima puisi cinta populer karangan sang penyair tersohor Sapardi Djoko Damono yang abadi.

1. Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta (2015)

Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintaimu harus menjadi aku

"Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta" adalah karya Sapardi Djoko Damono di buku kumpulan sajak berjudul "Melipat Jarak" yang terbit pada tahun 2015. Buku puisi ini berisi sajak-sajak Sapardi dari tahun 1995 hingga 2015.

2. Aku Ingin (1989)

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Aku Ingin merupakan salah satu puisi yang ada di dalam buku Hujan Bulan Juni. Kata dan frasanya yang sederhana dengan nada penun romantis membut buku puisi itu cukup intim dengan pembacanya.

Baca Juga: Ternyata Ini 4 Penyebab Air Laut Asin Menurut Studi Ilmiah

3. Pada Suatu Hari Nanti (1991)

Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari

Puisi ini dimuat di Hujan Bulan Juni, buku kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan Grasindo pada 1994. Kumpulan puisi ini memuat 102 puisi Sapardi yang ditulis sejak 1964 sampai 1994.

4. Hujan Bulan Juni (1989)

Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Hujan Bulan Juni merupakan kumpulan puisi yang ditulis Sapardi yang pertama kali diterbitkan pada 1994 oleh Penerbit Grasindo. Tak ayal sajak dan pusi, buku ini juga memuat cerita pendek, sehingga ditulis menjadi sebuah novel.

Ada 102 puisi Sapardi yang ditulis sejak tahun 1964 hingga 1994 di buku tersebut, termasuk puisi Hujan Bulan Juni yang dijadikan sebagai judulnya.

Baca Juga: 10 Teori Menakjubkan Stephen Hawking soal Sains: Mulai dari yang Aneh hingga Terbukti Benar

Pada 2017, Hujan Bulan Juni diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama. Film romansa garapan sutradara Reni Nurcahyo Hestu Saputra itu dibintangi Adipati Dolken dan Velove Vexia.

Seperti Aku Ingin, puisi Hujan Bulan Juni merupakan buah imajinasi Sapardi yang fenomenal: putis, emosional, dan penuh magis. Larik-larik pusi romantisnya itu abadi bersama namanya, selamanya!

5. Yang Fana Adalah Waktu (1978)

Yang fana adalah waktu.
Kita abadi memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi

Yang Fana adalah Waktu adalah sebuah sajak Sapardi Djoko Damono yang dimuat dalam buku antologi puisi Hujan Bulan Juni.

Itulah sajak-sajak estetis bertema cinta dari sang penyair Sapardi Djoko Damono yang abadi di jagat pusi Indonesia, seperti namanya.***

Editor: Irwan Tehuayo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x