Cara Warga Muslim Negeri Hitu Lama di Maluku Gelar Tradisi 7 Syawal

- 10 Mei 2022, 15:59 WIB
Prosesi masyarakat Muslim di Negeri Hitu Lama Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, melakukan jalan kaki bersama ke tempat keramat raja pertama, Senin, 9 Mei 2022.
Prosesi masyarakat Muslim di Negeri Hitu Lama Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, melakukan jalan kaki bersama ke tempat keramat raja pertama, Senin, 9 Mei 2022. /FOTO ANTARA/HO-Warga


PORTALMALUKU.COM -- Warga Negeri Hitu Lama, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, menggelar tradisi 7 Syawal 1443 Hijriah pada Senin kemarin dengan cara menjiarahi makam keramat raja pertama di Negeri Hitu Lama, tokoh adat, agama, hingga makam sanak keluarga.

“Jadi sebelum jam 07.00 WIT semua masyarakat di sini sudah kumpul di halaman rumah raja Hitu lama. Lalu raja berdoa untuk keluar rumah, baru ramai-ramai kami jalan kali ke makam keramat. Setelah dari makam keramat baru masyarakat menyebar ke makam sanak keluarganya masing-masing,” kata Sekretaris Desa Hitu Lama, Ikbal. H. Pelu, saat dihubungi Senin kemarin.

Ia mengatakan prosesi itu harus dilakukan tepat pada 7 Syawal atau tepat pada Lebaran hari ketujuh, dan tidak bisa ditunda meski ditimpa keadaan apa pun, karena sudah diturunkan dari leluhur, jadi tidak bisa ditunda atau dibatalkan hanya karena ada sesuatu yang menghambat.

Baca Juga: Hepatitis Misterius Masuk Indonesia, Ini Penyebab, Gejala, dan Pencegahannya

“Prosesi 7 Syawal ini bukan baru dijalankan baru-baru ini, namun sudah sejak dahulu kala sehingga apa yang kita laksanakan hari ini itu kita pertahankan oleh apa yang telah leluhur turunkan kepada kita," katanya.

"Dan ini dalam kondisi apa pun tidak bisa ditunda atau dibatalkan sama sekali. Ombak angin hujan badai sekali pun selagi masih ada kesempatan untuk jalan tetap laksanakan. Tidak pernah selama ini tertunda atau dialihkan atau dibatalkan,” tambahnya.

Ia menyebutkan tradisi 7 Syawal ini juga biasa disebutkan “Majarah” yang dikenal sebagai 7 Syawal yang tidak boleh kurang dan lebih.

“Dalam kehidupan masyarakat di sini meyakini bahwa ini Lebaran tujuh hari. Majarah itu, hanya satu sebutan itu saja istilah yang dipakai khusus untuk 7 Syawal. Jadi raja melakukan perjalanan ke tempat-tempat ke raja pertama kedua ketiga dan seterusnya,” katanya.

Menurutnya tradisi 7 Syawal ini dianggap sebagai Lebaran kedua setelah Idul Fitri, sekaligus sebagai momentum bagi masyarakat Hitu untuk ziarah dan doa bersama pada makam keramat raja terdahulu.

“Proses itu dilaksanakan sebagai bentuk ziarah sekaligus doa tahlilan bersama di makam langsung. Karena biasanya yang kita lakukan kan tahlilan di rumah, tinggal dikirim doanya untuk siapa. Tapi kali ini, raja, tokoh adat, tokoh agama, dan sekelompok segenap masyarakat Hitu Lama itu melakukan perjalanan tepat pada jam 07.00 WIT,” katanya.

Halaman:

Editor: Irwan Tehuayo

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah