Bayang-Bayang Mei 1998 Hantui Jokowi, Ini Kata Pengamat

20 November 2020, 11:07 WIB
Deklarasi Dukungan Keluarga Besar Alm Chasan Sochib kepada Jokowi Ma'ruf Amin /

PORTALMALUKU.COM -- Berjalan satu tahun masa pemerintahan di periode dua, posisi Presiden Joko Widodo atau Jokowi kian terdesak.

Banyak kritik dan protes ditujukan untuk sejumlah kebijakannya yang dianggap kontroversial dan kurang berpihak pada rakyat.

Tak hanya itu, isu kudeta juga menguat. PDIP sebagai partai pendukung bahkan mengingatkan agar presiden hati-hati terhadap kemungkinan manuver orang-orang di sekitarnya termasuk pembantu terdekatnya.

Baca Juga: TIPS Racik Jamu dari Bahan Ini Jadi Lebih Modern

Langkah Jokowi semakin terjal dan bukan tidak mungkin, nasibnya seperti Presiden Kedua RI, Soeharto yang tumbang pada Mei 1998.

Peristiwa Mei 1998 'menampar' muka Presiden ke-2 RI Soeharto hingga terjengkang dari kekuasaan.

Akankah peristiwa tersebut terulang di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ?

Sebab, desakan publik menjadi kondisi yang sama dengan situasi ketika penguasa 32 tahun itu mengakhiri periode jabatannya.

Baca Juga: Biden Sebut Penolakan Trump dalam Pilpres Tidak Bertanggung Jawab

Ketidakpuasan atas beberapa kebijakan menjadi pemicunya, saat ini salah satunya yakni RUU Cipta Kerja yang dianggap banyak kalangan tidak berpihak kepada rakyat.

Berita ini sebelumnya telah tayang di Jurnal Presisi dalam artikel berjudul "Akankah Peristiwa 98 Terulang di Era Jokowi ? Ini Kata Pengamat"

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, juha angkat bicara terkait hal tersebut.

"Dulu itu rakyat tidak percaya karena ekonomi hancur, tentara juga sudah tidak solid, lalu ditambah pula ada sirkulasi elite, sejumlah indikator tersebut lengkap saat itu (Peristiwa 98)," ujarnya, Kamis 19 November 2020.

"Untuk sekarang itu hanya rakyat dan mahasiswa saja yang cenderung memberontak kepada pemerintah, tentara masih solid, elite juga sudah diberi posisi yang strategis, pemerintahan aman," tuturnya menambahkan.

Baca Juga: Facebook Mencatat Satu dari 10 Ribu Unggahan Terdapat Ujaran Kebencian

Menurut dia, peristiwa Mei 1998 memiliki sejumlah faktor, jika tidak memenuhi maka dipastikan kejadian tersebut tidak akan terulang.

"Analisanya begini, ada beberapa faktor terkait hal tersebut, dimulai dengan krisis ekonomi lalu berimbas ke politik, pertama itu kepercayaan publik rendah terhadap pemerintah, yang kedua, dukungan dari elite, misal rakyat sudah tidak percaya, elite masih mendukung, pemerintah masih aman, lalu yang ketiga Tentara, masih loyal tidak (kepada pemerintah) ? kalau masih loyal ya tidak mungkin 98 terulang," paparnya.

Namun, lanjut Ujang, jika ada salah satu pemicu yang meledak, peristiwa seperti itu bisa terulang.

Baca Juga: Cara Dapat Bansos BST PKH Rp300 Ribu Bulan Ini, Cek Prosesnya di dtks.kemensos.go.id

"Tapi nantinya, kalau ada pemicu yang lain, misal ada perubahan politik tak terduga, mungkin kejadian (Mei 1998) akan terulang," kata dia.

Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa keadaan politik di tanah air saat ini sedang tidak stabil.

"Politik itu kan dinamis ya, kalau saya melihatnya saat ini politik di Indonesia itu tidak sehat, tidak ada oposisi, tak ada check and balances terhadap jalannya pemerintahan, ditambah lagi kekecewaan masyarakat terhadap undang-undang yang asal ketok, hal tersebut memunculkan benih-benih kekuatan rakyat yang bakal mengkristal di kemudian hari," urainya.

Ujang pun memperingatkan pemerintah untuk hati-hati terkait hal tersebut.

"Lalu, jika oposisi nonparlementer, gerakan civil society, itu bisa mengonsolidasi diri dalam jangka waktu satu/dua tahun dan kemudian besar, sinyal bahaya untuk pemerintah," ucapnya.***

Editor: Yusuf Samanery

Sumber: Jurnal Presisi

Tags

Terkini

Terpopuler