Kepala LIPI Tanggapi soal Fenomena Muncul Dataran Mirip Pulau Kecil di Maluku Usai Gempa

12 Januari 2023, 15:30 WIB
Penampakan pulau baru pascagempa M7,5 di Maluku, Selasa, 10 Januari 2023. /Dokumentasi warga/Antara/

PORTALMALUKU.COM - Setelah gempa bumi berskala 7,5 magnitudo mengguncang Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, pada Selasa, 10 Januari 2023, muncul sebuah daratan kecil menyerupai pulau baru' di Desa Teinaman, di Kepulauan Tanimbar.

Fenomena munculnya 'pulau baru' di dekat pantai itu menarik perhatian para ahli. Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto, melalui memberikan tanggapan terkait munculnya pulau baru tersebut lewat cuitan di Twitter.

Menurut Eko, pembentukan pulau-pulau di Indonesia disebabkan oleh dua faktor utama yakni pengangkatan tektonik, dan pertumbuhan gunung api.

"Secara umum hampir semua pulau di Indonesia muncul karena dua fenomena yaitu pengangkatan tektonik dan pertumbuhan gunung api (vulkanik)," cuitnya Selasa kemarin.

Lebih lanjut Eko mengungkapkan bahwa gempa besar dangkal dengan mekanisme gerak sesar naik mengakibatkan dasae laut naik sehingga munculnya pulau.

"Proses ini terjadi berulangkali selama jutaan tahun. Setiap gempa besar dangkal dengan mekanisme gerak sesar naik akan mengangkat dasar laut sedikit demi sedikit," tulisnya.

Ketika dicecar perihal kemunculan daratan dekat pantai di Desa Teinaman, Eko mengatakan bahwa fenomena tersebut sangat wajar.

"Pertanyaannya: apakah munculnya pulau ini wajar? Jawab singkatnya: Sangat wajar," tulis Eko.

Eko kemudian menjelaskan bahwa tempat munculnya 'pulau baru' di Maluku diduga sudah berupa laut dangkal, sehingga dasar laut akan naik jika terjadi gempa besar.

Baca Juga: Ini Rincian Aset Lukas Enembe yang Disita KPK: Ada Rekening Senilai Rp 76,2 Miliar

"Kembali ke fenomena munculnya pulau semalam setelah gempa sesar naik 7,5, ada kemungkinan di tempat pulau baru itu sebelumnya sudah berupa laut dangkal sehingga ketika semalam gempa menyentaknya, dasar laut dangkal ini bisa menyembul ke atas permukaan laut menjadi pulau baru," kata Eko.

Eko kemudian mempertegas pernyataannya dengan menunjukan sebuah rekaman satelit pergerakan lempeng tektonik.

Eko menyebutkan bahwa siklus gempa menjadi salah satu faktor utama munculnya pulau-pulau di Indonesia.

"Ini model gerak tektonik dr 55 juta tahun lalu hingga saat ini yang mengangkat mendorong membentuk pulau-pulau Ina. Siklus jutaan kali gempalah yang menjadi salah satu faktor utama terwujudnya pulau-pulau Indonesia," terangnya.

Menurutnya siklus gempa tersebut belum berhenti sebelum hari kiamat. Pulau baru akan terus bermunculan dan ada pula yang akan tenggelam.

"Sekarang siklus ini belum berhenti sampai kiamat: ada pulau baru muncul dan ada yang akan tenggelam," jelasnya.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu juga mengaitkan kemunculan fenomena 'Pulau Baru' di Maluku dengan kondisi Pulau Simeulue saat gempa Aceh di tahun 2004 dan gempa Nias 2005.

Ia menjelaskan bahwa bagian selatan Pulau Simeulue turun saat gempa Aceh 2004, dan terangkat naik saat gempa Nias 2005.

"Saat gempa Aceh 9,3 desember 2004, bagian utara Pulau Simeulue terangkat sekitar 3 m, bagian selatannya turun. Saat gempa Nias Maret 2005, bagian selatan Simeulue terangkat naik dan bagian utaranya turun. Pengangkatan setinggi 3 m ini mengakibatkan banyak sumur masyarakat airnya menghilang tiba-tiba," kisah Eko.

Lebih lanjut Eko menambahkan bahwa saat gempa Aceh 2004, banyak pantai di Aceh yang berubah menjadi daratan.

"Sebaliknya, pantai-pantai Aceh tiba-tiba turun sehingga banyak daratan berubah jadi laut, pohon-pohon tenggelam," tambahnya.

Eko menjelaskan bahwa siklus gempa dapat mengangkat dasar laut sehingga membentuk pulau.

"Siklus gempa akan mengangkat dasar laut sehingga jadi darat atau pulau sedikit demi sedikit," jelasnya.

Baca Juga: 9 Fakta Kasus KDRT Ferry Irawan ke Venna Melinda: Nomor 5 Tak Disangka

Eko Yulianto juga menjelaskan tentang fase gempa bumi yang terdiri atas dua fase yaitu inter-seismic dan co-seismic.

Fase inter-seismic terjadi ketika lempeng samudera menukik dan menyeret lempeng benua.

"Inter-seismic adalah fase di antara dua gempa, ketika lempeng samudera menunjam di bawah lempeng benua dan menyeretnya turun pelan-pelan dengan kecepatan tidak lebih dari tumbuhnya kuku jari kita. Pantai pulau-pulau seperti Simeulue Nias Kepulauan Mentawai Enggano tenggelam pelan-pelan, pantai-pantai barat Sumatera naik pelan-pelan juga," ujarnya.

Sementara itu, fase co-seismic terjadi energi terkumpul melampaui batas plastisitas kerak bumi, kerak patah dan terangkat, kemudian energi lepas dan terjadilah gempa.

"Saat energi terkumpul melampaui plastisitas kerak bumi, kerak patah dan terangkat (nyembul), energi lepas sebagai gempa. Inilah fase co-seismic. Pantai-pantai, pulau-pantai Simeulue dan kawan-kawan terangkat tiba-tiba dan pantai-pantai Sumatera tenggelam tiba-tiba juga," kata dia. ***

 

Editor: Irwan Tehuayo

Sumber: Twitter Eko Yulianto Twitter @YonKerbauRawa

Tags

Terkini

Terpopuler