Tradisi Adat Pukul Sapu di Desa Mamala dan Morella Digelar Tertutup, Personil Polisi Dikerahkan

- 19 Mei 2021, 13:31 WIB
Tradisi Pukul Sapu di Desa Mamala dan Desa Morella setiap 7 Syawal.
Tradisi Pukul Sapu di Desa Mamala dan Desa Morella setiap 7 Syawal. /Yusuf Samanery

PORTALMALUKU.COM -- Tradisi adat "pukul sapu" di Desa Mamala dan Morela, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, kembali digelar tertutup. Personil polisi akan dikerhkan menjaga perbatasan agar wisatawan dari luar tidak masuk.

Gelaran tradisi adat setiap 7 Syawal tersebut, untuk kedua kalinya dilakukan secara tertutup tanpa menghadirkan wisatawan domestik maupun mancanegara akibat pandemi COVID-19.

Meski pun tertutup untuk umum, prosesi adat secara internal di kedua Desa tetap berjalan normal hingga pelaksanaan kegiatan pukul sapu pada Kamis, 20 Mei 2021.

Baca Juga: Diguyur Hujan Dalam 3 Hari, Banjir dan Longsor Hantam 3 Kecamatan di Kota Ambon

"Kegiatan adat yang berlangsung setiap 7 Syawal atau tujuh hari setelah perayaan Idul Fitri ini terpaksa tidak dibuka untuk umum akibat virus corona," kata Kapolsek Leihitu, Iptu Julkisno Kaisupy, dilansir dari Antara, Kamis 20 Mei 2021.

Menurut dia, jumlah peserta dalam kegiatan ritual adat ini juga dibatasi dan tidak sebanyak yang seperti biasanya dilangsungkan selama ini.

"Karena dinyatakan tertutup untuk umum, maka aparat kepolisian dari Polsek Leihitu dibantu TNI akan melakukan pengamanan selama prosesi adat hingga kegiatan pukul sapu berlangsung," ujar Kapolsek.

Pengamanan ini dimaksudkan agar tidak ada warga dari luar yang datang dalam jumlah besar. Sehingga pencegahan penyebaran virus corona sejak dini tetap bisa dilakukan oleh Polri bersama TNI.

Sementara itu, Pukul Sapu atau yang disebut oleh orang Maluku 'Baku Pukul Manyapu' merupakan atraksi unik yang berasal dari Maluku Tengah.

Baca Juga: Pemkot Ambon Naikkan Tarif Retribusi Parkir di 5 Jalan, Ini Lokasinya

Tradisi ini ditampilkan atau dipentaskan tepatnya di Desa Morella dan Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah.

Tradisi Baku Pukul Manyapu atau Pukul Sapu ini biasanya berlangsung setiap 7 Syawal (penanggalan Islam) yang telah berlangsung dari abad ke XVII.

Tradisi ini diciptakan oleh seorang tokoh agama Islam dari Maluku yang bernama Imam Tuni untuk merayakan keberhasilan pembangunan masjid.

Pukul Sapu ternyata juga memiliki kaitan dengan sejarah masyarakat yaitu dalam perjuangan Kapitan Tulukabessy beserta pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16 di tanah Maluku.

Pada saatu itu pasukan Tulukabessy kalah pada saat bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapaha. Sehingga pasukan Tulukabessy saling mencambuk hingga berdarah menggunakan lidi untuk menandai kekalahan tersebut.

Tradisi ini merupakan alat pererat tali persaudaraan masyarakat di Desa Mamala dan Desa Morella. Tradisi ini mengumpulkan 40 orang pemuda laki-laki pemberani yang siap mentalnya untuk melakukan aksi baku pukul memakai sapu lidi yang diambil dari pohon enau dengan panjang berkisar 1,5 meter.

Para lelaki atau peserta tersebut dibagi dengan formasi dibagi dalam dua kelompok dengan seragam yang berbeda dan bertarung satu sama lain.

Baca Juga: Banjir, Warga Elnusa SBT Harus Menyebrang Sungai Tunsa Tanpa Jembatan: Nyawa Jadi Taruhan

Kedua kelompok tersebut diwajibkan menggunakan ikat kepala menutupi bagian telinga agar terhindar dari dari helaian lidi.
Setelah itu para peserta formasi tersebut akan bergantian saling memukul pada bagian tubuh yang boleh menerima pukulan yaitu dari dada sampai perut hingga berdarah namun sebelumnya akan ada aba-aba untuk memulai tradisi pukul sabu yaitu dengan tiupan suara seruling.

Biasanya setelah selesai pukul manyapu, para laki-laki tersebut kemudian digosok minyak yang di buat dengan rempah-rempah seperti cengkeh dan pala.

Minyak ini dipercaya memiliki khasiat mengobati tanda atau luka akibat dipukul lidi tadi.***

Editor: Yusuf Samanery

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah