KRONOLOGI Konflik Warga dan Polisi di Tamilouw, Maluku Tengah: 18 Korban Kena Tembakan, Termasuk 3 Perempuan

- 9 Desember 2021, 14:32 WIB
Dua korban yang diduga terkena peluru aparat kepolisian saat konflik antara polisi dan warga Desa Tamilouw, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah, Selasa pagi, 7 Desember 2021.
Dua korban yang diduga terkena peluru aparat kepolisian saat konflik antara polisi dan warga Desa Tamilouw, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah, Selasa pagi, 7 Desember 2021. /Instagram.com @gejayanmemanggil/Portalbangkabelitung.com

PORTALMALUKU.COM — INSIDEN konflik antara aparat kepolisian dan warga Negeri Tamilouw, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah (Malteng), pecah pada Selasa pagi, 7 Desember 2021, pukul 06.30 WIT. Polda Maluku dan warga setempat pun membeberkan kronologis pertistiwa tragis yang melukai belasan warga dan tujuh anggota polisi tersebut.

Bentrok warga Tamilouw dan polisi terjadi ketika aparat dihadang massa warga setempat ketika hendak melakukan penangkapan terhadap 11 warga yang diduga sebagai pelaku perusakan tanaman warga Dusun Rohua, Desa Sepa pada awal November 2021.

Seperti diketahui, aksi perusakan tanaman warga itu pun sontak memicu konflik anardua negeri: Sepa dan Tamilouw. Beberapa di antara mereka disebut juga terlibat dalam aksi pembakaran kantor pemerintah Negeri Tamilouw beberapa waktu lalu.

“Sudah diupayakan dengan cara persuasasif, dipanggil beberapa kali, dan sudah memberikan pendekatan kepada warga untuk serahkan para pelaku. Namun, karena tidak diserahkan, pada pagi hari tadi (jam 6) polisi pun melakukan aksi penangkapan," kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol M. Roem Ohoirat membeberkan kronologi kejadian dalam jumpa pers di Markas Besar Mapolda Maluku, Ambon, Selasa, 7 Desember 2021.

Secara prosedur anggota Polres Malteng telah melakukan berbagai upaya persuasif dengan membangun komunikasi bersama pemerintah negeri dan sejumlah tokoh di Negeri Tamilouw.

Baca Juga: Pernah Ritual Misterius, Pria Ini Mengaku Dapat Wahyu dari Roh untuk Paku Alat Kelamin di Trotoar Rusia

Namun, para saksi tidak kooperatif. Bahkan dia menyebut kalau Kepala Pemuda Tamilouw, Ahmat Pawae, sempat melakukan aksi demonstrasi di pos pengamanan perbatasan negeri. Tujuan utamanya, kata Ohoirat, yaitu melarang polisi masuk ke Tamilouw untuk melakukan pemanggilan terhadap warganya.

“Jadi kekuatan besar dikerahkan dalam melakukan upaya penangkapan, karena diduga kuat masyarakat Negeri Tamilouw melakukan perlawanan terhadap anggota Polri,” ujar Ohoirat

Penangkapan terhadap para terduga pelaku tindak pidana tersebut dipimpin langsung oleh Kapolres Maluku Tengah AKBP Rositah Umasugi, dan Wakapolres Malteng, Kompol Leo Tiahahu.

“Sebelum dikerahkan melakukan penangkapan, dilakukan konsolidasi terakhir terkait cara bertindak dan SOP, juga pembagian tugas upaya penangkapan para pelaku tindak pidana tersebut,” ucapnya.

Tiba di pos pengamanan batas Negeri Tamilouw, personil gabungan dari Polres Malteng, dan Brimob serta Polsek Amahai, bergerak maju sekitar pukul 06.00 WIT. Tim terbagi dalam 11 kelompok yang dipimpin perwira pengendali masing-masing regu.

Polisi berhasil menangkap lima dari 11 orang pelaku tersebut. Sesaat setelah dilakukan penangkapan, kata Ohoirat, warga Tamilouw tiba-tiba melakukan aksi penolakan: membunyikan tiang listrik, massa berkumpul lantas menghadang polisi. Mereka juga dan memalang jalan untuk menghalangi polisi.

Baca Juga: Majalengka Berduka! Tanah Longsor dan Banjir Bandang Hantam Tiga Kecamatan, Begini Kondisinya

"Peristiwa ini terjadi sekira pukul 06.30 WIT, Selasa pagi tadi," kata bekas Kapolres Aru dan Tual itu.

Ketika melihat sejumlah mobil polisi dirusak, aparat pun langsung bertindak membubarkan massa secara paksa dengan menembakkan Flash-ball serta melakukan tembakan ke udara menggunakan peluru hampa dan peluru karet.

“Pelemparan terhadap anggota menyebabkan tujuh orang terluka, termasuk empat kendaraan polisi rusak, sehingga dilakukan upaya paksa membubarkan massa menggunakan gas air mata dan peluru karet. Ada sejumlah warga yang terluka," ucapnya.

Ohoirat juga mengklaim kalau saat insiden cekcok itu, warga Tamilouw berusaha merampas senjata organik milik aparat.

"Warga juga merampas senjata api bahu milik Bripka Arno, anggota Brimob Yon B Amahai, tapi gagal. Selain itu warga juga merampas senjata milik Brigadir Madin, anggota Brimob Yon B Amahai, namun gagal," tutur pria asal Maluku Tenggara itu.

Dari rekaman video yang diterima Portal-Maluku.com, Selasa, 7 Desember 2021, di saat warga tengah menghadang polisi, terdengar suara tembakan diikuti teriakan histeris warga.

"Kasih habis satu magasen itu, bunuh katong (kita)," teriak seorang warga kepada polisi.

Baca Juga: Jokowi Tegaskan KPK Harus Sadar dan Jangan Cepat Puas Diri, Ada Apa?

Peluru Karet

Pasca-insiden penembakan itu, Wakil Kepala Polisi Daerah (Wakapolda) Maluku, Brigjen. Pol. Jan Leonard de Fretes, langsung menurunkan tim Propam ke Negeri Tamilouw. Tujuannya melakukan pemeriksaan terkait penembakan yang melukai belasan warga tersebut.

"Tim Propam Polda sudah diturunkan ke TKP untuk menyelidik apakah langkah yang dilakukan anggota kami sudah sesuai prosedur dan koridor atau belum," kata Roem Ohoirat.

Dia menyatakan, jika dalam pemeriksaan ditemukan ada anggota polisi yang bertindak tak sesuai, maka langsung akan ditindak. Sebaliknya, kata dia, jika setiap langkah yang diambil aparat sesuai prosedur, maka tak bisa meyalahkan tindakan personelnya di lapangan.

"Nanti hasil pemersiksaan akan kami sampaikan secara terang-benderang. Percayakan saja pada kami, yang benar kami akan nyatakan bahwa benar. Anggota yang salah tak mungkin kami membela mereka," ujar dia.

Ohoirat juga mengkalim bahwa sempat mengontak salah satu tokoh di Tamilouw untuk mengonfirmasi perihal insiden yang terjadi. Dari laporan yang diterimanya menyebut bahwa ada warga yang berusaha merampas senjata api milik aparat.

"Baik senjata genggam maupun senjata bahu dan terjadi tarik-menarik, sehingga ada yang keluarkan tembakan,"kata dia.

Baca Juga: Cerita Relawan Menemu Mbah Katemi, 'Warga Terakhir' Dusun Sumbersari yang Tolak Dievakuasi dari Letusan Semeru

Ohoirat menyatakan aparat yang diturunkan ke Tamilouw untuk aksi penangkapan paksa itu dilengkapi peluru tajam. Dia mengklaim bahwa polisi hanya dibekali peluru karet.

“Semuanya peluru karet, tidak ada peluru tajam. Sebab sebelum berangkat semua (polisi) sudah diperiksa, kemudian sudah di-APP (arahan pimpinan pasukan--sebelum bertugas)," ucapnya.

Motif penolakan terhadap penangkapan yang dilakukan Polri, kata Ohoirat, yaitu para ibu-ibu dan anak remaja disuruh berada dibarisan paling depan. Sementara massa para lelaki dewasa dari barisan belakang dengan melakukan pelemparan dan pemukulan terhadap aparat.

18 warga Tamilouw Tertembak

Sebanyak 18 warga Tamilouw dilaporkan mengalami luka tembak--termasuk tiga di antaranya adalah perempaun. Dua dari tiga perempaun itu yakni seorang ibu 51 tahun dan nenek berusia sepuh.

Perempuan tua 60 tahun itu tertembak di bagian dada. Sementara si Ibu mengalami luka tembak di bagian leher--tepat di tenggorokannya.

"Dari seluruh korban tiga di antaranya ibu-ibu. Saat ini sementara menjalani perawatan medis di Puskesmas Tamilouw. Namun, dua dari mereka telah dirujuk ke RSUD Masohi," kata Habiba Pelu, tokoh masyarakat Tamilouw.

Seorang nenek lanjut usia berusia 60 tahun menjalani perawatan medis di Puskesmas Tamilouw, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah. Perempuan sepuh itu diduga terkena peluru aparat saat konflik warga Tamilouw vs polisi pada Selasa pagi, 7 Desember 2021.
Seorang nenek lanjut usia berusia 60 tahun menjalani perawatan medis di Puskesmas Tamilouw, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah. Perempuan sepuh itu diduga terkena peluru aparat saat konflik warga Tamilouw vs polisi pada Selasa pagi, 7 Desember 2021. Portalbangkabelitung.com/Instagram @gejayanmemanggil
Pasca-bentrok warga dan polisi itu, sejumlah tokoh masyarakat, sesepuh, mahasiswa, dan pemuda Negeri Tamilouw di Ambon langsung mendatangi Mabes Polda Maluku.

Mereka langsung menemui Wakapolda Maluku, Brijen Pol Jan de Fretes, seraya melaporkan dan meminta pertanggungjawaban Kapolres Malteng, AKBP Rosita Umasugi, perihal insiden penembahakan warga di Tamilouw.

Baca Juga: Sederet Kiamat Kecil di Tahun 2022 Menurut Ramalan Jayabaya, Benarkah Pulau Jawa Akan Terbelah

Pelanggaran HAM

Habiba Pelu membenarkan kehadiran polisi ke Dusun Ampera dan Negeri Tamilouw untuk menangkap sejumlah warga yang diduga terlibat tindakan perusakan tanaman umur panjang milik warga Rohua serta aksi pembakaran kantor negeri--yang disebut enggan memenuhi panggilan polisi.

"Sesuai dengan hasil informasi bahwa awalnya ada upaya penangkapan terhadap beberapa oknum terkait peristiwa warga Tamilouw dengan warga Dusun Rohuwa beberapa waktu lalu," ucap perempuan kelahiran Tamilouw, 12 Juli 1975 itu, dikutip Antara, Selasa.

Kalau pun proses penangkapan itu dilakukan, kata Habiba, maka ada SOP-nya. Polisi tak bisa melepaskan penembakan secara liar terhadap warga, karena itu menyangkut pelanggaran HAM, apalagi warga Tamilouw bukanlah teroris.

"Saya tegaskan sekali lagi bahwa oknum polisi yang melakukan penembakan terhadap warga itu bagian dari pelanggaran HAM. Kami secara resmi mengutuk tindakan tersebut dan menuntut dilakukan proses hukum terhadap mereka sesuai UU yang berlaku," kata Habiba.

Copot Kapolres Malteng

Selain menuntut Polda Maluku memeriksa personelnya yang terlibat insiden penembakan warga, sejumlah tokoh masyarakat Tamilouw juga mendesak Kapolri segera mencopot Rosita Umasugi dari jabatan Kapolres Maluku Tengah.

Di di sela pertemuan dengan Brigjen Jan Leonard de Fretes, para perwakilan tokoh Tamilouw juga mendesak agar petinggi Polda Maluku itu mencopot Kapolres Malteng.

"Wakapolda berjanji akan melakukan konfirmasi serta menghukum oknum anggotanya bila terbukti melakukan kesalahan prosedur di lapangan," kata Basri Sastro.

Basri menyayangkan tindakan penembakan yang dilakukan polisi kepada warga Tamilouw. Menurutnya, kalau sejumlah terduga perusakan tanaman warga Rohua yang ingin diamankan itu tak ditemukan, bukan berarti hal itu melegalkan polisi bertindak sewenangnya, seharusnya ada SOP yang harus dipatuhi.

Pasalnya, dia menilai tindakan polisi di lapangan ketika aksi penangkapan paksa itu sama sekali tak mencerminkan citra mereka sebagai pengayom masyarakat.

"Bila memang di lapangan terjadi penghadangan warga, minimal ada upaya pembubaran dengan menggunakan gas air mata atau watercanon. Tapi yang disayangkan adalah penembakan yang berujung 18 warga, termasuk tiga orang ibu-ibu rumah tangga, menjadi korban," ucapnya.

Baca Juga: Profil dan Biodata Hanggini: Perjalanan Karier, Asmara, hingga Kisah Putusnya dengan Junior Roberts

Dia menyebut bahwa polisi mengarahkan dua unit barakuda dan persenjataan lengkap, truk perintis berisikan pasukan Brimob, dan mobil avanza ke Desa Tamilou dan Dusun Ampera.

Peristiwa ini juga membuat anak-anak sekolah dasar yang hendak mengikuti ulangan pagi itu akhirnya dibatalkan pihak sekolah.

Kronologi Konflik Versi Warga

Pasca insiden konflik yang melibatkan polisi dan warga tersebut, Forum Keluarga Besar Tamilouw Ambon-Jakarta pun mengungkapkan kornologis kejadian.

"Tepat Selasa pagi, 7 Desember 2021, pukul 05.20 WIT, aparat kepolisisan tiba di Negeri Tamilouw dengan bersenjata lengkap," kata mereka.

Beberapa mobil yang dikerahkan polisi di antaranya enam truk perintis, dua unit barakuda, satu watercanon, dan sejumlah mobil sedang.

Di pagi itu, polisi pun lantas bergerak melakukan penangkapan paksa terhadap sejumlah warga terduga pelaku perusakan tanaman warga Dusun Rohua dan perusakan kantor pemerintah. Para pelaku yang disasar itu, kata mereka, sebelumnya sudah pernah dimintai keterangan oleh polisi.

"Pihak kepolisian langsung melakukan penggerebekan di setiap rumah yang di telah ditargetkan. Aksi itu membuat warga kaget dan ketakutan, anak-anak menangis histeris," kata mereka menggambarkan suasana pagi itu.

Melihat itu, warga pun sontak berhamburan keluar rumah, berkerumun. Konflik antara polisi dan warga pun pecah, tak terhindarkan.

"Saat itu polisi mengambil tindakan represif dan brutal kepada warga," kata mereka.

Akibat insiden tersebut, jalur lalu lintas yang menghubungkan wilayah Seram (Tehoru) ke Masohi, kota Kabupaten Maluku Tengah lumpuh total. Musababnya, warga Tamilouw menutup akses jalur utama lintas Seram itu dengan cara mengecor budi jalan menggunakan semen dan batu. ***

Editor: Irwan Tehuayo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah