Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang – Bekasi
Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang oleh WS Rendra (1960)
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti sempurnalah sudah warna dosa dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku, perkenankan aku membunuh perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku adalah satu warna
Dosa dan nafasku adalah satu udara
Tak ada lagi pilihan kecuali menyadari -biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku,
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku (1960)