ISLAM--PRANCIS: Dari Pengecaman, Seruan Boikot Barang, hingga Pembelaan Uni Eropa

- 27 Oktober 2020, 15:41 WIB
Para pengunjuk rasa berbaris di belakang spanduk bertuliskan
Para pengunjuk rasa berbaris di belakang spanduk bertuliskan /EPA-EFE

PORTALMALUKU.COM -- ISLAM dan Prancis kini hangat. Isu rasisme atas nama agama kian mencuat. Situasi ini dipicu oleh diskusi di satu kelas sejarah di sebuah sekolah di Paris. Seorang guru sejarah itu menampilakan kartun Nabi Muhammad untuk bahan diskusi perihal kebebasan berpikir.

Pendekatan materi yang difasilitasi sang guru akhirnya menemu akhir yang buruk: seorang siswanya sendiri terpaksa memenggalnya seusai jam pelajaran di Paris pekan lalu.

Selang beberapa hari pasca insiden pembubuhan guru itu, dua wanita muslim dikeroyok, dan ditikam, berkali kali. Situasi Islam dan Prancis kian meruncing.

Baca Juga: Mandalika Racing Team, Wakil Indonesia di MotoGP 2021

Presiden Prancis, Immanuel Macron menghujat dan mengkritik kaum islamis dan membela penerbitan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad itu. Macron pun menempatkan guru yang dibunuh itu sebagai pahlawannya.

Sebelumnya, Macron telah mengawali kontroversi ujaran kebenciannya ini pada awal Oktober lalu. Secara terbuka Macron menuding Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia.

Perlahan, protes hingga pengecaman datang dari sejumlah negara muslim. Mereka menuding Presiden Prancis, Immanuel Macron telah menghidupkan kembali kultur islamopobia di Prancis.

Baca Juga: Facebook Tambahkan Fitur Terbaru Cloud Gaming, Bisa Diakses Gratis

Bangladesh

Pada Senin kemarin, ratusan pengunjuk rasa di Banglades membentangkan plakat dengan karikatur Presiden Macron.
Di plakat itu tertulis: "Macron adalah musuh perdamaian".

Pakistan

Respon serupa pun ditunjukan Pakistan. Perdana Menteri Imran Khan mengecam Macron dan menganggapnya telah menyerang Islam. Dalam sebuah surat terbuka pada Minggu, 25 Oktober kemarin, Khan mengklaim tumbuhnya islamofobia di Prancis telah mendorong ekstremisme dan kekerasan di seluruh dunia.

Menurut Khan, Macron jelas menyerang Islam tanpa lebih dulu memahaminya. Itu berarti, kata Khan, dia telah menyerang dan melukai sentimen jutaan muslim Eropa dan di seluruh dunia.

Turki

Presiden Turki Tayyip Erdogan menyerukan kepada sejumlah rekan-rekannya segera berhenti membeli barang asal Prancis. Hal itu untuk menunjukan kemarahannya kepada Presiden Macron karena dianggap telah menghujat dan memusuhi Islam.

Diketahui, Erdogan tercatat punya hubungan buruk dengan Macron. Erdogan kerap menuduh Macron menyimpan misi anti-Islam.

Baca Juga: PM Pakistan Tuding Presiden Prancis Macron Memprovokasi Islam dengan Kartun Nabi Muhammad

"Saya menyerukan kepada semua warga negara saya dari sini untuk tidak pernah membantu atau membeli merek Prancis," kata Erdogan.

Di Turki, mobil Prancis termasuk di antara mobil dengan penjualan tertinggi. Tercatat,  perdagangan bilateral Prancis-Turki secara keseluruhan bernilai hampir sekitar $ Rp15 miliar di tahun lalu.

Erdogan pernah menyeruh boikot serupa di masa lalu, termasuk memboikot seluruh barang elektronik Amerika Serikat pada 2018.

Kuwait

Di kota Kuwait, sebuah supermarket telah menanggalkan rak kosmetik L'Oreal dan produk perawatan kulitnya setelah serikat koperasi yang menjadi pemiliknya memutuskan untuk berhenti menyimpan barang-barang Prancis.

Baca Juga: Jelang Barcelona vs Juventus, Pirlo Was-was Ronaldo Masih Positif Covid 19

Arab Saudi

Di Arab Saudi, seruan serupa untuk memboikot jaringan supermarket Prancis, Carrefour, menjadi tren di media sosial. Menurut laporan Reuters pada Sein kemarun, aksi boikot itu sudah tak tampak. Aktivitas pasar sudah normal seperti biasanya.

Meski dampak komersial secara langsung langsung ke Prancis---dari rangkaian seruan boikot itu--sulit menemu data statistik bisnisnya.

 Tapi Prancis adalah salah satu negara yang banyak mengoperasikan bisnisnya di pasar mayoritas penduduk muslim di seluruh dunia.

Kepala Federasi Pengusaha Prancis,  Geoffroy Roux de Bezieux pun merespon kebijakan internasioan sejumlah negara muslim itu. "Tentu saja itu berita buruk bagi perusahaan yang ada di sana," ujar dia ketika dikonfirmasi soal seruan boikot.

Kematian Guru Sejarah

Sebelumnya, Erdogan telah mempertanyakan keadaan kesehatan mental Macron, setelah dia mendorong Paris untuk memanggil duta besarnya di Ankara.

“Apa masalah orang bernama Macron ini dengan muslim dan Islam? Macron membutuhkan perawatan pada tingkat mental, ”kata Erdogan dalam pidatonya, Sabtu lalu.

Perselisihan itu berakar pada serangan di luar sebuah sekolah Prancis pada 16 Oktober oleh seorang pria berusia 18 tahun asal Chechnya. Anak itu memenggal kepala Samuel Paty, 47 tahun, seorang guru yang telah menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada muridnya di sebuah sekolah pada plelajaran kebebasan berbicara.

Baca Juga: Ragu Calon Istrimu tak Perawan? Biar tidak Menyesal, Ini Cara Bertanya Sebelum Menikah

Kartun itu awalnya muncul beberapa tahun lalu di majalah satir Charlie Hebdo pada 2015. Kantor editorialnya di Paris langsung diserang oleh sekelompok bersenjata. Serangan itu menewaskan 12 orang.

Sejak pembunuhan itu, karikatur Nabi diproyeksikan ke bagian depan di sebuah bangunan di kota Paris. Orang-orang memajangnya.  Protes pun mencuat di seluruh negeri.

Pada situasi tersebut, Macron muncul dengan gagasannya yang "panas". Dia mengaku akan melipatgandakan upaya untuk menghentikan keyakinan Islam konservatif yang menumbangkan nilai-nilai moral di Prancis.

Pembelaan Uni Eropa

Beberapa mitra Prancis di Uni Eropa melakukan unjuk rasa pada hari pada Senin kemarin. Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte, dalam sebuah posting Twitter, mengatakan pernyataan Erdogan yang ditujukan kepada Macron tidak dapat diterima.

“Solidaritas penuh dengan Presiden @EmmanuelMacron” tulis Conte. "Caci maki pribadi tidak membantu agenda positif yang ingin dikejar Uni Eropa dengan Turki," tulisnya, seperti dikutip Reuters.

Pembelaan serupa pun datang dari Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas. Dia menilai serangan pribadi Erdogan terhadap Macron sebagai "serangan" baru.

Baca Juga: Teka Teki Karir Khabib Nurmagomedov Usai Pensiun

Selain ittu, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte mengatakan keputusan internasional negaranya akan terus mendukung Prancis dalam menegakkan kebebasan berbicara dan melawan ekstremisme di kota Paris.

Prancis sendiri telah berdiri teguh. Dalam sebuah Tweet pada hari Minggu seperti dikutip Reuters, Macron mengatakan Prancis menghormati semua perbedaan dalam semangat perdamaian, tetapi dia tidak akan menyerah, selamanya!

Dalam sebuah pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri Prancis menyatakan bahwa kritik terhadap Prancis didorong oleh minoritas radikal. Dia pun mendesak menyeruh pemerintah asing untuk memisahkan diri dari seruan boikot. ***

Editor: Irwan Tehuayo

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x