Mengenal Tradisi Pukul Sapu di Maluku, Berdarah Tapi Tetap Saudara

- 19 Mei 2021, 14:08 WIB
Tradisi Pukul Sapu di Desa Mamala dan Desa Morella setiap 7 Syawal.
Tradisi Pukul Sapu di Desa Mamala dan Desa Morella setiap 7 Syawal. /Yusuf Samanery

Baca Juga: Diguyur Hujan Dalam 3 Hari, Banjir dan Longsor Hantam 3 Kecamatan di Kota Ambon

Sepeninggal Telukabessy, tawanan Kapahaha dibebaskan Belanda pada 27 Oktober 1646 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan. Beberapa tokoh ditahan di Makassar dan Batavia. Sisanya, pulang ke daerah asal.

Pada perpisahan inilah, terjadi pukul sapu secara spontan sebagai ungkapan rasa sedih.

Perih di badan karena lecutan sapu menjadi perlambang kerasnya perjuangan yang disertai dengan pengorbanan jiwa raga.

Kerasnya genggaman serta kuatnya pukulan menjadi perlambang tekad kuat untuk tetap menolak semua bentuk penjajahan dan kerja sama dengan Belanda.

Seusai melakukan pukul sapu, mereka saling berpelukan sambil berikrar untuk saling mengingat dan bertemu kembali setiap 7 Syawal.

Baca Juga: Pemkot Ambon Naikkan Tarif Retribusi Parkir di 5 Jalan, Ini Lokasinya

Pukul Manyapu dimainkan oleh para pemuda. Mereka dibagi dalam dua kelompok dengan kostum yang berbeda. Setiap kelompok berjumlah 20 orang.

Para peserta diwajibkan juga menggunakan ikat kepala sebagai pelindung telinga agar tidak terkena sabetan lidi. Bagian tubuh yang boleh dipukul adalah dari dada hingga perut.

Setiap peserta berdiri berhadapan dengan peserta dari kelompok lain di tengah arena seukuran lapangan bola kaki. Tiap orang memegang batang lidi enau untuk disabetkan. Lidi diganti baru jika rusak atau patah.

Halaman:

Editor: Yusuf Samanery

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x