Alasan IAIN Ambon Polisikan Pimred Lintas dan Tim Redaksinya: Sebut Ditunggangi dan Punya Agenda Besar

21 Maret 2022, 09:58 WIB
Majalah Lintas Edisi II/LINTAS /


PORTALMALUKU.COM — Birokrat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon melaporkan Pemimpin Redaksi (Pimred) Lembaga Pers Mahasiswa (LMP) Lintas, Yolanda Agne, bersama tim redaksinya ke Polda Maluku. Laporan tersebut bertujuan untuk memulihkan nama baik kampus yang dianggap tercoreng lewat pemberitaan Lintas.

Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kerjasama IAIN Ambon, Ismail Tuanany, menyatakan pelaporan Yolanda dan tim redaksi Lintas ke polisi sebagai langkah penyelesaian pemberitaan Lintas soal kasus kekerasan seksual yang kini tengah jadi sorotan publik.

"Jadi masalah ini dapat diurai secara jernih, karena polisi mempunyai kemampuan mengungkapkan apa yang tidak bisa diungkap di hadapan pimpinan," kata Ismail Tuanany lewat keterangan persnya yang diterima Portal-Maluku.com, Ahad malam, 20 Maret 2022.

Baca Juga: Atur Proyek Pemkab Buru Selatan Maluku dengan Dokumen Fiktif, KPK Duga Tagop Soulisa Raup 10 Miliar

Sebelumnya, Lintas menerbitkan majalah bertajuk "IAIN Ambon Rawan Pelecehan"  pada Senin, 14 Maret 2022. Liputan ini menemukan 32 kasus dugaan kekerasan seksual di IAIN Ambon sejak 2015-2022.

Sebanyak 32 korban itu terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki. Sementara terduga pelaku berjumlah 14 orang: 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus.

Setelah laporan itu terbit, Rektor IAIN Ambon Zainal Abidin Rahawarin langsung membekuk Lintas. Pembekuan ini tertuang dalam SK Rektor IAIN Ambon Nomor 92 Tahun 2022 tertanggal 17 Maret 2022. Salah satu pertimbangannya karena Lintas dianggap sudah tak sesuai visi-misi kampus.

Ismail Tuanany mengatakan setelah majalah Lintas terbit, Rektor IAIN Ambon pun memanggil pengurus Lintas untuk memberikan penjelasan ihwal laporan yang ditulis. Pada pertemuan itu, jajaran birokrat meminta Lintas menyerahkan nama terduga pelaku dan korban. Namun permintaan itu tak dipenuhi.

"Pendekatan persuasif sudah dilakukan, tapi menemu jalan buntu. Jadi sesuai hasil kesepakatan seluruh unsur pimpinan kampus, Pimred Lintas Yolanda dan rekan-rekannya dilaporkan ke polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," ujarnya.

Menurutnya alasan rektorat memanggil Lintas bertujuan meminta bukti dugaan kekerasan seksual, seperti yang ditulis dalam laporan edisi ke-II.

Salah satu data yang diminta kampus adalah nama para terduga pelaku. Pada panggilan itu, Direktur Umum Lintas, Sofyan Hatapayo dan Pimred Lintas Yolanda Agne, hadir.

"Tapi setelah dua kali pertemuan, Lintas enggan memberikan data yang diminta. Paling tidak nama terduga pelaku. Hal itu supaya kampus bisa memproses mereka. Sayangnya, upaya itu tidak membuahkan hasil," tutur Ismail.

Langkah Penuntasan Independen

Ismail menzyatakan, langkah palaporan polisi itu sebagai jawaban atas permintaan Lintas yang menginginkan penuntasan kasus dugaan kekerasan seksual di IAIN Ambon diproses secara transparan dan independen.

"Kami laporkan di polisi agar mereka dapat memprosesnya sesuai keahlian mereka, sekaligus untuk menjaga independensi penyelidikannya," tutur bekas Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) IAIN Ambon, itu.

Janji Tegas Tindak Pelaku

Ismail mengatakan, perihal 14 terduga pelaku kekerasan seksual yang ditulis Lintas biar menjadi wewenang kepolisian untuk mengusutnya.

"Apabila perbutan mereka terbukti benar, kampus akan menjatuhkan sanksi tegas. Jika tidak benar, anggota Lintas yang akan menerima tanggungannya, karena sudah mencemarkan nama baik lembaga," katanya.

Menyoal Cara Kerja Lintas

Ismail Tuanany berpandangan, keberadaan Lintas bukan sebagai organisasi mandiri, tapi setara dengan unit kegitan mahasiswa lain di kampus.

Pasalnya, Lintas mendapatkan biaya operasional dari DIPA IAIN Ambon. Dengan begitu, setiap kerja keorganisasiannya wajib dilaporkan kepada lembaga, termasuk ihwal pemberitaan.

Baca Juga: Pebalap Muda Indonesia Raih Podium di Race Pertama IATC Mandalika

Semestinya, ucap dia, berita yang akan ditulis Lintas, apalagi terkait privasi seseorang, perlu lebih dulu dikonsultasikan ke birokrat--khususnya ke pelindung dan penasihat yang namanya tertera di SK kepengurusan Lintas.

Langkah itu bertujuan agar isu yang akan ditulis bisa dipertimbangkan dan mendapatkan pembinaan baik supaya tak ada kesalahan dalam menurunkan laporan ke publik.

"Karena Lintas merupakan media internal kampus, bukan media komersial," ujar Ismail.

Dia juga menyoalkan perihal sikap Lintas yang dianggap menempatkan posisi selayaknya media komersial alias mainstream.

Hal tersebut dilihatnya dari cara Lintas memperiapakan cetakan majalahnya hingga strategi marketing pemasaran produk.

"Dicetak dan dijual hingga ke kabupaten dan kota di Maluku. Menurut saya, itu keluar dari prosedur," ucap pengampuh mata kuliah Manajeman Pers Dakwah, itu.

Lapor Polisi, Satu Langkah Pembinaan

Ismail Tuanany berpandangan bahwa langkah birokrat memolisikan Pimred  Lintas dan tim redaksinya itu sebagai proses pembinaan.

"Ini menurut saya juga bagian dari pembinaan. Jadi, polisi punya cara tersendiri untuk membina ade-ade kita ini. Sehingga, kita tidak lagi debat kusir," katanya.

Sebut Majalah Lintas Ditunggangi

Ismail juga menduga, laporan Lintas soal kekerasan seksual ditunggangi sejumlah oknum yang sengaja mengganggu perkembangan IAIN Ambon.

Dugaan itu ketika dia melihat proyek liputan majalah Lintas yang dicetak menggunakan kertas yang tampak lebih mewah, bahkan dipasarkan hingga ke kabupaten dan kota di Maluku.

Padahal di terbitan majalah Lintas edisi ke-1 2019 lalu, sebut Ismail, pencetakannya hanya mamakai kertas sederhana dengan harga yang relatif ekonomis alis rendah. Tak ayal itu, segmentasi pasarnya juga hanya lingkungan kampus.

"Supaya diketahui, pemberitaan (majalah Lintas edisi ke-II) ini super luar biasa. Mengapa super luar biasa? Selain dicetak lux (mewah), juga dipasarkan ke berbagai daerah, sama dengan koran-koran nasional bahkan internasional.

Baca Juga: Kerasukan Arwah Tangmo Nida, Wanita Ini Ungkap Bukti Baru: Mereka Tenggelamkan Mo, Tolong!

Anda sudah bisa bayangkan harganya berapa kalau kertasnya seperti itu. Padahal ini media pembelajaran  mahasiswa," tutur bekas Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, itu.

Spekulasi: Majalah Lintas dan Agenda Besar

Tak ayal klaim majalah Lintas ditunggangi, Ismail juga merasa aneh dengan laporan Lintas edisi tahun ini. Musababnya, terbitan majalah 62 halaman itu bertepatan dengan agenda penerimaan mahasiswa baru IAIN Ambon. Dia bersepkulasi ada agenda besar yang diatur Lintas.

"Menurut kita, ini hidden agenda. Ada agenda besar yang mereka ingin capai saat kita di kampus menggerakkan kekuatan untuk merekrut mahasiswa baru.

Saya menilai, majalah Lintas merupakan sebuah antitesa dari upaya yang selama ini kami lakukan dalam membangun kampus ini," kata Ismail.

Dengan dalih dan kecurigaan itu, kampus pun mengambil langkah hukum: memerkarakan anggota Lintas. Tujuannya agar mereka bisa membuktikan kebenaran laporan kasus kekerasan seksual yang ditulis.

"Kami berharap, antitesa yang dimaksud tidak benar. Dan proses di kepolisian lebih tepat untuk mengungkap kebenarannya, sehingga kampus tidak menjadi beban.

Sikap Tegas Pimred Lintas

Pemred Lintas, Yolanda Agne, mengatakan, langkah pelaporan yang dilakukan kampus keliru. Pertama, sebut dia, jika kampus serius mau mengusut masalah ini, maka segera membentuk satuan tugas.

Satgas itu sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Pasal 23. Setelah satgas terbentuk baru data tersebut diserahkan ke pihak yang berwenang.

“Data itu bukan asal dilempar begitu saja. Ada regulasi, nah pihak kampus harus bekerja sesuai regulasi itu,” kata Yola, sapaan karib Yolanda Agne, dikutip dari laporan lpmlintas.com, Senin, 21 Maret 2022.

Yola berpandangan, usaha birokrat meminta data tanpa menyiapkan tim khusus yang bertugas menangani masalah tersebut, persoalan ini tidak akan selesai.

“Kalau cuma minta inisial terduga, beta pikir inisial itu sudah tertulis jelas di majalah. Atau jangan-jangan enggak baca majalah," ucap Yola.

Mahasiswi Jurusan Jurnalistik Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, itu mengatakan, belajar dari pengalaman laporan kekerasan seksual diterbitkan Lintas pada 2016.

Kampus membentuk tim investigasi dan hasil pengusutannya tak pernah dibuka. Belakangan, kata Yolanda, terduga pelaku masih diberi jabatan penting di fakultas.

“Pengalaman itu membuat Lintas waswas ketika harus memberikan data korban dan terduga ke kampus. Ini menyangkut etika jurnalistik, dan hak korban untuk dilindungi," kata dia.

Selanjutnya, jika kampus tidak segera menerapkan Permendikbudristek Nomor 30, dia bertutur, institusi ini belum sepenuhnya aman dari kekerasan seksual.

Permendikbud, kata Yola, merupakan solusi bagi kampus untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual.

“Jadi bukan hanya kasus di majalah ini. Tapi untuk kasus lain ke depannya,” tutur perempuan asal Sidoarjo, Jawa Timur, itu. 

Bantahan: Keliru, Majalah Lintas Ditunggangi

Redaktur Pelaksana Majalah Lintas Taufik Rumadaul, mengatakan dugaan pihak kampus menyebut penerbitan majalah ditunggangi oknum tertentu keliru.

Biaya penerbitan tersebut diambil dari dana organisasi dan ditambah dari uang semester milik sejumlah anggota. Soal tunggangi, kata dia, itu persepsi pihak kampus.

“Teman-teman di redaksi patungan menambah biaya percetakan. Soal ditunggangi itu persepsi mereka. Faktanya tidak demikian,” kata Taufik, dikutip lpmlintas.com, Selasa, 22 Maret 2022.

Taufik menepis tuduhan adanya agenda terselubung dalam mengangkat isu kekerasan seksual. Dia menegaskan, tidak ada maksud mencemari nama kampus.

Niat mengangkat isu kekerasan seksual ini bertujuan memberitahu pengambil kebijakan merespons isu perundungan seksual kepada mahasiswa.

“Kasihan mahasiswa datang dari kampung untuk belajar, malah mendapat perlakuan tak senonoh,” ujar mahasiswa kelahiran Kian Darat, Seram Bagian Timur ini.

Bagi Taufik, Lintas adalah media pembelajaran, sekaligus belajar profesional. Dia menyebut, dengan kerja profesional Lintas berani menerbitkan majalah tersebut sesuai keputusan redaksi.

“Ingat, Lintas bukan humas kampus,” ucap Taufik.***

Editor: Irwan Tehuayo

Tags

Terkini

Terpopuler