Alasan IAIN Ambon Polisikan Pimred Lintas dan Tim Redaksinya: Sebut Ditunggangi dan Punya Agenda Besar

- 21 Maret 2022, 09:58 WIB
Majalah Lintas Edisi II/LINTAS
Majalah Lintas Edisi II/LINTAS /

Baca Juga: Kerasukan Arwah Tangmo Nida, Wanita Ini Ungkap Bukti Baru: Mereka Tenggelamkan Mo, Tolong!

Anda sudah bisa bayangkan harganya berapa kalau kertasnya seperti itu. Padahal ini media pembelajaran  mahasiswa," tutur bekas Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, itu.

Spekulasi: Majalah Lintas dan Agenda Besar

Tak ayal klaim majalah Lintas ditunggangi, Ismail juga merasa aneh dengan laporan Lintas edisi tahun ini. Musababnya, terbitan majalah 62 halaman itu bertepatan dengan agenda penerimaan mahasiswa baru IAIN Ambon. Dia bersepkulasi ada agenda besar yang diatur Lintas.

"Menurut kita, ini hidden agenda. Ada agenda besar yang mereka ingin capai saat kita di kampus menggerakkan kekuatan untuk merekrut mahasiswa baru.

Saya menilai, majalah Lintas merupakan sebuah antitesa dari upaya yang selama ini kami lakukan dalam membangun kampus ini," kata Ismail.

Dengan dalih dan kecurigaan itu, kampus pun mengambil langkah hukum: memerkarakan anggota Lintas. Tujuannya agar mereka bisa membuktikan kebenaran laporan kasus kekerasan seksual yang ditulis.

"Kami berharap, antitesa yang dimaksud tidak benar. Dan proses di kepolisian lebih tepat untuk mengungkap kebenarannya, sehingga kampus tidak menjadi beban.

Sikap Tegas Pimred Lintas

Pemred Lintas, Yolanda Agne, mengatakan, langkah pelaporan yang dilakukan kampus keliru. Pertama, sebut dia, jika kampus serius mau mengusut masalah ini, maka segera membentuk satuan tugas.

Satgas itu sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Pasal 23. Setelah satgas terbentuk baru data tersebut diserahkan ke pihak yang berwenang.

“Data itu bukan asal dilempar begitu saja. Ada regulasi, nah pihak kampus harus bekerja sesuai regulasi itu,” kata Yola, sapaan karib Yolanda Agne, dikutip dari laporan lpmlintas.com, Senin, 21 Maret 2022.

Yola berpandangan, usaha birokrat meminta data tanpa menyiapkan tim khusus yang bertugas menangani masalah tersebut, persoalan ini tidak akan selesai.

“Kalau cuma minta inisial terduga, beta pikir inisial itu sudah tertulis jelas di majalah. Atau jangan-jangan enggak baca majalah," ucap Yola.

Mahasiswi Jurusan Jurnalistik Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, itu mengatakan, belajar dari pengalaman laporan kekerasan seksual diterbitkan Lintas pada 2016.

Kampus membentuk tim investigasi dan hasil pengusutannya tak pernah dibuka. Belakangan, kata Yolanda, terduga pelaku masih diberi jabatan penting di fakultas.

“Pengalaman itu membuat Lintas waswas ketika harus memberikan data korban dan terduga ke kampus. Ini menyangkut etika jurnalistik, dan hak korban untuk dilindungi," kata dia.

Selanjutnya, jika kampus tidak segera menerapkan Permendikbudristek Nomor 30, dia bertutur, institusi ini belum sepenuhnya aman dari kekerasan seksual.

Permendikbud, kata Yola, merupakan solusi bagi kampus untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual.

“Jadi bukan hanya kasus di majalah ini. Tapi untuk kasus lain ke depannya,” tutur perempuan asal Sidoarjo, Jawa Timur, itu. 

Bantahan: Keliru, Majalah Lintas Ditunggangi

Redaktur Pelaksana Majalah Lintas Taufik Rumadaul, mengatakan dugaan pihak kampus menyebut penerbitan majalah ditunggangi oknum tertentu keliru.

Biaya penerbitan tersebut diambil dari dana organisasi dan ditambah dari uang semester milik sejumlah anggota. Soal tunggangi, kata dia, itu persepsi pihak kampus.

“Teman-teman di redaksi patungan menambah biaya percetakan. Soal ditunggangi itu persepsi mereka. Faktanya tidak demikian,” kata Taufik, dikutip lpmlintas.com, Selasa, 22 Maret 2022.

Taufik menepis tuduhan adanya agenda terselubung dalam mengangkat isu kekerasan seksual. Dia menegaskan, tidak ada maksud mencemari nama kampus.

Niat mengangkat isu kekerasan seksual ini bertujuan memberitahu pengambil kebijakan merespons isu perundungan seksual kepada mahasiswa.

“Kasihan mahasiswa datang dari kampung untuk belajar, malah mendapat perlakuan tak senonoh,” ujar mahasiswa kelahiran Kian Darat, Seram Bagian Timur ini.

Bagi Taufik, Lintas adalah media pembelajaran, sekaligus belajar profesional. Dia menyebut, dengan kerja profesional Lintas berani menerbitkan majalah tersebut sesuai keputusan redaksi.

“Ingat, Lintas bukan humas kampus,” ucap Taufik.***

Halaman:

Editor: Irwan Tehuayo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah